Jumat, 15 Agustus 2014

Perlindungan Hutan


STATUS PERLINDUNGAN HUTAN
DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

Oleh :
Kelompok 4


I. PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang berpengaruh terhadap seluruh makhluk hidup baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Berdasarkan UU No. 41 tahun 1999, hutan mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi lindung, konservasi, dan produksi. Hutan sebagai fungsi lindung mempunai dungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan sebagai fungsi konservasi mempunyai fungsi sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan sebagai fungsi produksi memppunyai fungsi memproduksi hasil hutan.
Hutan akan menjadi rusak jika fungsinya sudah tidak berjalan dengan baik sebagai fungsi lindung, konservasi dan produksi. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan hutan tersebut menjadi rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya yaitu kebakaran hutan, hama, penyakit, dan illegal logging. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk mempertahankan hutan sesuai dengan fungsinya tersebut yaitu perlindungan dan pengamanan hutan.  
Perlindungan dan pengamanan hutan itu harus dilakukan untuk menjaga fungsi hutan agar hutan tidak menjadi rusak. Kegaiatan perlindungan hutan dan pengaman hutan merupakan kewajiban semua warga negara bukan hanya dari pemeritah saja. Sehingga pemerintah mengatur semuanya dalam Undang-Undang dan peraturan pemerintah tentang perlindungan hutan. Adapun beberapa peraturan dibuat pemerintah sebagai dasar hukum, prosedur dan penyelenggaran perlindungan hutan di Indonesia. Adapun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan perlindungan hutan di Indonesia yaitu:  Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992, dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

II.    DEFINISI PERLINDUNGAN HUTAN
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004).

III.    STATUS PERLINDUNGAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANGAN  DI INDONESIA
3.1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah tentang konservasi sumberdaya alam hayati mencangkup beberapa aspek terkait tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yaitu mencakup :
a)    perlindungan sistem penyangga kehidupan
b)   pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
c)    pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
d)   pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
e)    pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar
Pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 ini menjelaskan tentang perlindungan hutan untuk mempertahankan fungsi hutan sebagai fungsi konservasi. Hal-hal yang tercantum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan kegaiatan perlindungan hutan pada hutan konservasi. Hal ini sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999, hutan sebagai fungsi konservasi mempunyai fungsi sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, sehingga fungsi hutan sebagai fungsi konservasi tetap terjaga dengan baik.
 Pada pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 disebutkan dilarang mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; dilarang mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mendukung akan perlindungan hutan.
.
3.2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 merupakan peraturan yang mengatur tentang sistem budidaya tanaman dimana didalamnya secara khusus diatur tentang perlindungan tanaman budidaya. Pada Undang-undang ini tindakan perlidungan hutan yang dilakukan adalah Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Perlindungan tanaman dilaksanakan melalui kegiatan berupa: pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; pengendalian organisme pengganggu tumbuhan; eradikasi organisme pengganggu tumbuhan. Selain itu, tindakan preventif yang dilakukan sebagai perlindungan hutan atau tanaman yaitu Setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dikenakan karantina tumbuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu hal yang paling penting untuk tidak dilupakan yaitu tentang pelaksanaan perlindungan tanaman itu sendiri dimana pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah.

3.4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
Pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 mengatur tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan.  Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan karantina ini dilakukan  untuk mencegah masuknya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan yang berbahaya atau menular yang dapat merusak sumber daya alam hayati ke wilayah negara Republik Indonesia. Selain itu kegiatan karantina ini juga bertujuan untuk mencegah (preventif) tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan mencegah keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia akibat dari lalu lintas hewan, ikan, dan tumbuhan antarnegara dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

3.5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 mengatur tentang pokok-pokok kehutanan. Kegiatan perlindungan hutan yang terdapat pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 terdapat pada pasal 46  yaitu Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan,kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Berdasarkan pasal 47 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk: mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Pada pasal 48 disebutkan Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Tetapi perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah. Sedangkan perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya. Masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya, sehingga fungsi hutan tetap terjaga.

3.6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004
Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 ini mengatur tentang Perlindungan Hutan. perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Perlindungan hutan merupakan salah satu kegiatan dari pengelolaan hutan agar fungsi hutan tetap terjaga dengan baik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 tahun 2004 pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa kegiatan perlindungan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) , Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Pada Pasal 5 menyatakan bahwa penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari.
Selain itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perlindungan hutan yaitu prinsip-prinsip perlindungan hutan. Prinsip-prinsip perlindungan hutan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 45 tahun 2004 pasal 6 menjelaskan prinsip-prinsip perlindungan hutan, yaitu meliputi: mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungandengan pengelolaan hutan.
Kelompok atau orang yang berhak untuk melakukan perlindungan hutan sesuai dengan yang mengelola hutan tersebut. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 45 tahun 2004 pasal 8 ayat 1,2, dan 3 yaitu Perlindungan hutan atas kawasan hutan yang pengelolaannya diserahkan kepada BUMN di bidang kehutanan, dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pengelolanya; Perlindungan hutan atas kawasan hutan yang telah menjadi areal kerja pemegang izin pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan, izin pemungutan hasil hutan, dan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pemegang izin yang bersangkutan; kegiatan perlindungan hutan pada kawasan hutan dengan tujuan khusus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pengelolanya. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 mencangkup beberapa aspek terkait perlindungan hutan, yaitu: perlindungan hutan atas hasil hutan; perlindungan hutan dari gangguan ternak; perlindungan hutan dari daya-daya alam; perlindungan hutan dari hama dan penyakit; perlindungan hutan dari kebakaran


IV.    KESIMPULAN
Kegiatan perlindungan hutan di indonesia sudah dia atur dalam peraturan pemerintah dan Undang-undang. Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Undang-undang ini mengatur tentang perlindungan hutan pada hutan konservasi. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang kegiatan perlindungan tanaman budidaya, Undang-undang ini mengatur tentang pengendalian hama secara terpadu. Undang-undang nomor 16 Tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan, Undang-undang ini mengatur tentang kegiatan perlindungan hutan dengan cara dikarantina, sehingga dapat mencegah masuknya hama penyakit. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang ini mengatur tentang kegiatan perlindungan hutan dengan cara mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan, Peraturan Pemerintah ini mengatu seluruh kegiatan perlindungan hutan dan menjelaskan tujuan dan prinsip dari perlindunan hutan.

DAFTAR PUSTAKA
_________. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990. Terhubung berkala www.profauna.or.id/Indo/ regulasi/UUno5th1990.html [14 September 2012].

_________. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1992. Terhubung berkala www.theceli.com/ dokumen/ produk/1992/uu12-1992.htm [14 September 2012].

_________. Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 1992. Terhubung berkala www.karantinatumbuhan priok.com/admin/peraturan/uu16th992.pdf [14 September 2012].

_________. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999. Terhubung berkala www.dephut.go.id/INFORMASI/UNDANG2/uu/41_99.htm [14 September 2012].

_________. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004. Terhubung berkala www.dephut.go.id/ files/45_04.pdf [14 September 2012].

Jumat, 15 Agustus 2014 by Unknown · 0


STATUS PERLINDUNGAN HUTAN
DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

Oleh :
Kelompok 4


I. PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang berpengaruh terhadap seluruh makhluk hidup baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Berdasarkan UU No. 41 tahun 1999, hutan mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi lindung, konservasi, dan produksi. Hutan sebagai fungsi lindung mempunai dungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan sebagai fungsi konservasi mempunyai fungsi sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan sebagai fungsi produksi memppunyai fungsi memproduksi hasil hutan.
Hutan akan menjadi rusak jika fungsinya sudah tidak berjalan dengan baik sebagai fungsi lindung, konservasi dan produksi. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan hutan tersebut menjadi rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya yaitu kebakaran hutan, hama, penyakit, dan illegal logging. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk mempertahankan hutan sesuai dengan fungsinya tersebut yaitu perlindungan dan pengamanan hutan.  
Perlindungan dan pengamanan hutan itu harus dilakukan untuk menjaga fungsi hutan agar hutan tidak menjadi rusak. Kegaiatan perlindungan hutan dan pengaman hutan merupakan kewajiban semua warga negara bukan hanya dari pemeritah saja. Sehingga pemerintah mengatur semuanya dalam Undang-Undang dan peraturan pemerintah tentang perlindungan hutan. Adapun beberapa peraturan dibuat pemerintah sebagai dasar hukum, prosedur dan penyelenggaran perlindungan hutan di Indonesia. Adapun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan perlindungan hutan di Indonesia yaitu:  Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992, dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

II.    DEFINISI PERLINDUNGAN HUTAN
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004).

III.    STATUS PERLINDUNGAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANGAN  DI INDONESIA
3.1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah tentang konservasi sumberdaya alam hayati mencangkup beberapa aspek terkait tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yaitu mencakup :
a)    perlindungan sistem penyangga kehidupan
b)   pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
c)    pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
d)   pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
e)    pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar
Pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 ini menjelaskan tentang perlindungan hutan untuk mempertahankan fungsi hutan sebagai fungsi konservasi. Hal-hal yang tercantum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan kegaiatan perlindungan hutan pada hutan konservasi. Hal ini sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999, hutan sebagai fungsi konservasi mempunyai fungsi sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, sehingga fungsi hutan sebagai fungsi konservasi tetap terjaga dengan baik.
 Pada pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 disebutkan dilarang mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; dilarang mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mendukung akan perlindungan hutan.
.
3.2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 merupakan peraturan yang mengatur tentang sistem budidaya tanaman dimana didalamnya secara khusus diatur tentang perlindungan tanaman budidaya. Pada Undang-undang ini tindakan perlidungan hutan yang dilakukan adalah Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Perlindungan tanaman dilaksanakan melalui kegiatan berupa: pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; pengendalian organisme pengganggu tumbuhan; eradikasi organisme pengganggu tumbuhan. Selain itu, tindakan preventif yang dilakukan sebagai perlindungan hutan atau tanaman yaitu Setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dikenakan karantina tumbuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu hal yang paling penting untuk tidak dilupakan yaitu tentang pelaksanaan perlindungan tanaman itu sendiri dimana pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah.

3.4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
Pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 mengatur tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan.  Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan karantina ini dilakukan  untuk mencegah masuknya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan yang berbahaya atau menular yang dapat merusak sumber daya alam hayati ke wilayah negara Republik Indonesia. Selain itu kegiatan karantina ini juga bertujuan untuk mencegah (preventif) tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan mencegah keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia akibat dari lalu lintas hewan, ikan, dan tumbuhan antarnegara dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

3.5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 mengatur tentang pokok-pokok kehutanan. Kegiatan perlindungan hutan yang terdapat pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 terdapat pada pasal 46  yaitu Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan,kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Berdasarkan pasal 47 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk: mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Pada pasal 48 disebutkan Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Tetapi perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah. Sedangkan perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya. Masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya, sehingga fungsi hutan tetap terjaga.

3.6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004
Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 ini mengatur tentang Perlindungan Hutan. perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Perlindungan hutan merupakan salah satu kegiatan dari pengelolaan hutan agar fungsi hutan tetap terjaga dengan baik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 tahun 2004 pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa kegiatan perlindungan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) , Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Pada Pasal 5 menyatakan bahwa penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari.
Selain itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perlindungan hutan yaitu prinsip-prinsip perlindungan hutan. Prinsip-prinsip perlindungan hutan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 45 tahun 2004 pasal 6 menjelaskan prinsip-prinsip perlindungan hutan, yaitu meliputi: mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungandengan pengelolaan hutan.
Kelompok atau orang yang berhak untuk melakukan perlindungan hutan sesuai dengan yang mengelola hutan tersebut. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 45 tahun 2004 pasal 8 ayat 1,2, dan 3 yaitu Perlindungan hutan atas kawasan hutan yang pengelolaannya diserahkan kepada BUMN di bidang kehutanan, dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pengelolanya; Perlindungan hutan atas kawasan hutan yang telah menjadi areal kerja pemegang izin pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan, izin pemungutan hasil hutan, dan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pemegang izin yang bersangkutan; kegiatan perlindungan hutan pada kawasan hutan dengan tujuan khusus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pengelolanya. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 mencangkup beberapa aspek terkait perlindungan hutan, yaitu: perlindungan hutan atas hasil hutan; perlindungan hutan dari gangguan ternak; perlindungan hutan dari daya-daya alam; perlindungan hutan dari hama dan penyakit; perlindungan hutan dari kebakaran


IV.    KESIMPULAN
Kegiatan perlindungan hutan di indonesia sudah dia atur dalam peraturan pemerintah dan Undang-undang. Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Undang-undang ini mengatur tentang perlindungan hutan pada hutan konservasi. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang kegiatan perlindungan tanaman budidaya, Undang-undang ini mengatur tentang pengendalian hama secara terpadu. Undang-undang nomor 16 Tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan, Undang-undang ini mengatur tentang kegiatan perlindungan hutan dengan cara dikarantina, sehingga dapat mencegah masuknya hama penyakit. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang ini mengatur tentang kegiatan perlindungan hutan dengan cara mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan, Peraturan Pemerintah ini mengatu seluruh kegiatan perlindungan hutan dan menjelaskan tujuan dan prinsip dari perlindunan hutan.

DAFTAR PUSTAKA
_________. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990. Terhubung berkala www.profauna.or.id/Indo/ regulasi/UUno5th1990.html [14 September 2012].

_________. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1992. Terhubung berkala www.theceli.com/ dokumen/ produk/1992/uu12-1992.htm [14 September 2012].

_________. Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 1992. Terhubung berkala www.karantinatumbuhan priok.com/admin/peraturan/uu16th992.pdf [14 September 2012].

_________. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999. Terhubung berkala www.dephut.go.id/INFORMASI/UNDANG2/uu/41_99.htm [14 September 2012].

_________. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004. Terhubung berkala www.dephut.go.id/ files/45_04.pdf [14 September 2012].

by Unknown · 0

Kamis, 14 Agustus 2014

TUgas lapangan di Holcim Education Forest




Kondisi lapangan Holcim Education Forest (HEF) yaitu tanah yang bang mengandung Aluminium (Al ) lebih dari 6 sampai 12. Hal ini menunjukkan bahwa sulitnya tanaman untuk tumbuh. Jumlah Al yang tinggi ini dapat menyebabkan unsur hara seperti posfor (P) akan diikat oleh  Al menjadi senyawa sehingga sulit untuk diserap oleh tanaman. Sebelum melakukan pemupukan maka harus munurunkan kandungan Al yang ada di dalam tanah sehingga pemupukan dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang masih banyak yang terbuka dapat menyebabkan tingakat erosi akan semakin besar, untuk itu perlu dilakukan konservasi air dan tanah. Hal ini telah dilakukan oleh HEF yaitu dengan menanam tanaman Legum Cover Crop (LCC). Menurut saya penanaman yang dilakukan oleh HEF ini masih belum teratur sehingga ada tanaman yang terlilit oleh tanaman LCC (gambar 1). Selain itu, jenis tanaman LCC ini tidak dicampur dengan berbagai macam tanaman LCC, sehingga LCC tumbuh sesuai dengan masing-masing jenis saja. Menurut saya harusnya penanaman LCC ini harus secara bersamaan sehingga ada jenis LCC yang hidupnya tidak lama menjadi pupuk bagi tanah dan jenis yang hidupnya lama akan tetap sebagai penutup tanah. Perlakuan seperti ini dapat mengurangi terjadinya erosi tanah dan sekaligus dapat menambah unsur hara tanah dari hasil dekomposisi LCC yang cepat mati.
  
Menurut saya, hal yang penting dilakukan HEF adalah perawatan tanaman dengan intensif sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan seperti penyiangan gulma atau LCC yang melilit tanaman. Lilitan tanaman LCC dapat menyebabkan tanaman pinus menjadi mati. Disekitar HEF banyak sekali ditemukan jenis tanaman puspa (Schima wallici) yang tumbuh dengan baik. Akan tetapi, jenis yang ditanam oleh pihak HEF banyak jenis Pinus, Nyawai, Trembesi, Gmelina dan masih ada jenis lainnya. Menurut saya, penanaman jenis Puspa merupakan salah satu pilihan tanaman yang dapat dijadikan tanaman utama juga selain pinus.

Puspa (Schima wallichii) Korth. merupakan pohon yang tingginya mencapai 40  m dengan diameter 80 cm. Puspa dapat tumbuh pada tanah kering yang memiliki keadaan tekstur dan kesuburan tanah tidak begitu baik, sehingga baik untuk reboisasi pada alang-alang, belukar dan tanah kritis akan tetapi dapat tumbuh dengan baik jika tumbuh di tanah yang drainase yang baik (Balitbang, 1989). Selain itu, tanaman puspa ini dapat tumbuh pada iklim basah sampai agak kering dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan (1000 m dpl). Menurut saya dengan ditanamnya puspa ini dapat dijadika sebagai tanaman utaman. Setelah tanaman puspa tumbuh dengan baik maka ditanam jenis tanaman lainnya yang dapat tumbuh dengan baik pada naungan.

 






Kamis, 14 Agustus 2014 by Unknown · 0

Selasa, 12 Agustus 2014

Dampak kebakaran terhadap kimia tanah


TUGAS KULIAH
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan merupakan kejadian yang sering terjadi di berbagai negara di dunia tidak terkecuali Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan seperti petir, gunung meletus dan lain-lainnya. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh petir ini biasanya terjadi di daerah yang beriklim subtropis. Hal ini dikarenakan di daerah subtropis kejadian petir biasanya tidak diikuti oleh hujan berbeda dengan tropis yaitu adanya petir biasanya diikui oleh hujan. Tetapi, kebakaran hutan yang  disebabkan gunung meletus ini masih memungkin untuk terjadi di Indonesia. Faktor manusia merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di indonesia yaitu pembukaan lahan oleh masyarakat serta perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan. Hampir semua kejadian kebakaran yang terjadi di indonesia ini disebabkan oleh manusia. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia biasa terjadi di lahan tanah mineral ataupun lahan gambut. Sebagian besar kebakaran hutan dan lahan disebabkan penggunaan api dalam penyiapan lahan atau pembukaan lahan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan.
Pembukaan dan penyiapan lahan dengan menggunakan api ini (pembakaran) dilakukan oleh masyarakat dan perusahaan karena lebih cepat, murah, dan mudah daripada membuka lahan secara mekanik. Pembukaan dan penyiapan lahan dengan pembakaran dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif seperti kesrusakan ekologi, ekonomi dan sosial. Dampak negatif terhadap ekologi salah satunya adanya terhadap tanah hutan. Kerusakan tanah ini bisa pada sifat fisik, kimia, dan biloginya. Kerusakan sifat kimia tanah yang diamati adalah kandungan unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah.
1.2 Tujuan
            Makalah ini bertujuan untuk menganalisa dampak kebakaran hutan terhadap sifat kimia tanah seperti unsur-unsur yang ada di dalam tanah.

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebakaran Hutan
Menurut saharjo (2003) Kebakaran hutan merupakan suatu kejadian pembakaran yang melalap bahan bakar (Serasah, rumput, ranting/cabang pohon yang sudah mati, logs, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon) secara bebas bebas serta tidak dilakukan secara sengaja pada areal-areal yang tidak direncanakan. Kebakaran yang terjadi di indonesia ini sebagian besar disebabkan oleh manusia baik yang dilakukan secara sengaja, kelalaian, peladang berpindah serta pelaku bisnis dibidang kehutanan dan perkebunan. Secara umum, bahan bakar yang ada di dalam hutan merupakan hasil dari proses fotosintesis. Sehingga dengan ada proses pembakaran dari bahan bakar tersebut merupakan kebalikan dari proses fotosintesis yaitu perubahan C6H12O6 (bahan bakar) yang dibantu adanya sumber penyalaan (api) dan oksigen (O2) menjadi CO2, H2O serta panas. Kebakaran hutan ini dapat terjadi jika 3 unsur  Segitiga Api Kebakaran saling mendukung yaitu bahan bakar, sumber panas (api), dan oksigen. kalau salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak mendukung untuk 2 unsur lainnya maka proses terjadinya kebakaran akan sulit terjadi.

2.2 Sifat kimia tanah
Menurut Hardjowigeno (2003), sifat-sifat kimia tanah antara lain Kapasitas Tukar Kation (KTK), pH tanah, Bahan organik dan penyusunnya. Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan kemampuan tanah untuk menahan kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK dapat ditentukan dengan menggunakan dua cara yaitu penjenuhan dengan amonium pada pH 7 (NH4Oac) dan metode penjumlahan kation. KTK sangat dipengaruhi oleh perubahan pH tanah segingga KTK dibedakan menjadi dua yaitu KTK tetap dan KTK tergantung pH. pH tanah merupakan derajat keasaman tanah. Bahan organik yang paling penting di tanah yaitu C dan N.  


2.3 Dampak kebakaran terhadap sifat kimia tanah
2.3.1 Dampak kebakaran terhadap sifat kimia pada tanah mineral

Hasil penelitian Ekinci (2006) menunjukkan bahwa, tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tanah yang terbakar dan tidak terbakar. Pengamatan karbon di permukaan tanah dilakukan dua minggu setelah kebakaran Pada tanah yang di bakar C organiknya (7,14%) sedangkan pada tanah yang tidak di bakar C organiknya (7,74%). Menurut Boerner (1982) dan Raison et al (1985) dalam Ekinsi (2006) karbon yang hilang dipermukaan tanah pada tanah yang terbakar disebabkan adanya penguapan karbon organik dan konversi bahan organik menjadi abu.
Kandungan N organik pada tanah terbakar dan tidak terbakar berbeda signifikan (P< 0,001). Pada tanah terbakar nilai N organik (0,57%) sedangkan tanah tidak terbakar nilai N organik (0,44%). Menurut Ekinci (2006), terjadinya peningkatan kandungan N setelah kejadian kebakaran disebabkan adanya peningkatan bakteri yang dapat memperbaiki Nitrogen karena adanya peningkatan menireal tanah.
Menurut Bauhus et all (1993) dalam Ekinci (2006) setelah terjadi kebakaran dapat meningkatkan pH tanah dan tidak mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Berdasarkan hasil penelitian ekinci kebakaran tidak menyebabkan terjadinya peningkatan pH secara signifikan, pH pada tanah terbakar (5,88) sedangkan tanah tidak terbakar (5,44). Berdasarkan gambar dibawah ini dapa dilihat bahwa unsur P mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam penelitian ini, setelah 2 minggu kejadian kebakaran konsentrasi P pada tanah terbakar (51.74 mg kg-1) sedangkan pada tanah tidak terbakar (18,52 mg kg-1).
Hasil penelitian Mehdi et all (2012), menunjukkan bahwa sifat kimia tanah seperti pH, N, OM, NO3-N, P, K, EC, KTK dan CO2 berdasarkan hasil ANOVA berpengaruh signifikan terhadap kebakaran yang tinggi.  Setelah itu dilakukan uji Duncan, pada lokasi kebakaran yang tinggi memiliki nilai rata-rata pH, N, NO3-N, OM, SP, P, K dan KTK yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi yang kekabaran rendah dan tidak terbakar.
pH tanah tertinggi terdapat di lokasi yang kebakaran tinggi (6,68 H2O) sedangkan yang terendah di lokasi tidak terbakar (7,235). Hal ijuga berbanding lurus dengan nilai Konduktivitas Listrik (EC), nilai EC tertinggi di lokasi kebakaran tinggi (1,32 dS/m) sedangkan yang terendah di lokasi yang tidak terbakar (0,487 dS/m). Menurut Creighton dan Santelices (2003) dalam Mehdi et all (2012), kebakaran yang tinggi akan meningkatkan pH dan nilai EC. Menurut Bauhus et all dalam Mehdi et all (2012), pH tanah akan meningkat setelah kejadian kebakaran   karena abu hasil pembakaran dari bahan bakar (kayu, serasah, daun) dan efek dari pembakaran ini bisa bertahan beberapa tahun. Nitrogen (N) tertinggi terletak di lokasi yang kebakaran rendah (0,646 %) sedangkan yang terendah di lokasi yang tidak terbakar (0,517 %). Akan tetapi, jumlah nitrogen (N) ada kebakaran yang tinggi lebih rendah daripada kebakaran rendah. Duran (2010) dalam Mehdi et all (2012) menyatakan bahwa kebakaran meningkatkan nitrogen pada waktu yang singkat, akan tetapi akan berubah dalam waktu yang lama. Posfor (P) dan Kalium (K) akan mengalami penurunan setelah terjadinya kebakaran. Hal ini sesuai dengan pengamatan Duguy et all dalam Mehdi et all (2012) yang menyatakan bahwa kebakaran yang yang terjadi di timur Spanyol menurunkan jumlah Posfor. Berdasarkan hasil penelitian ini, Kapasitas Tukar Kation mengalami   penurunan setelah kejadian kebakaran dengan kebakaran yang tinggi dibandingkan dengan kebakaran yang rendah. Menurut  Ekinci (2006) dan Hatten et all (2005) dalam Mehdi et all nilai KTK akan mengalami penurunan setelah kejadian kebakaran. Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah satu tahun kebakaran di lokasi kebakaran rendah KTK akan kembali menjadi seperti biasa atau normal. Menurut Giovannini et all (1998) dalam Mehdi et all (2012), hilangnya bahan organik akibat dari kebakaran akan menurunkan nilai KTK. Akan tetapi, arang juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah jika arang tekah lama berada pada tanah tersebut (Liang et all 2006 dalam Mehdi et all (2012)

2.3.1 Dampak kebakaran terhadap sifat kimia pada tanah gambut
Hasil penelitian Saharjo dan Nurhayati (2003) menunjukkan bahwa sebagian besar nutrisi dan pH tanah akan mengalami peningkatan yang siginifikan akan tetapi berbeda halnya dengan Nitrogen dan C organik.  Nilai C organik  di fibrik 1 dan 2 tidak mengalami perubahan yang signifikan walaupun secara keseluruhan meningkat.  Nilai Nitrogen pada fibrik 1 berbeda signifikan yang berbeda pada fibrik 2 Nitrogen tidak ada perubahan yang signifikan.  Pada fibrik 1 Nitrogen setelah kejadian kebakaran mengalami peningkatan tetapi setelah 3 bulan mengalami penurunan. pada fibrik 2 setelah kejadian kebakaran menigkat walaupun tidak signifikan. pH tanah pada fibrik 1 dan fibrik 2 mengalami peningkatan setelah kebakaran, akan tetapi mengalami penurunan kemabali setelah sebulan kebakaran. Unsur Posfor (P) dan Kalim (K) mengalami peningkatan setelah kebakaran hutan baik di fibrik 1 maupun fibrik 2. Setelah satu bulan kejadian kebakaran unsur P dan K mengalami penurunan kembali. Unsur Ca dan Mg setelah kejadian kebakaran mengalami peningkatan baik di fibrik 1 dan fibrik 2 akan tetapi setelah tiga bulan kebakaran unsur Ca dan Mg mengalami penurunan kembali.  Unsur Natrium (Na) mengalami peningkatan setelah kebakaran dan mengalami penurunan kembali pada satu bulan (fibrik 1) dan tiga  bulan (fibrik 2) setelah kebakaran. Kapasitas Tukar Kation (KTK) mengalami peningkatan setelah kebakaran baik di fibrik 1 maupun di fibrik 2, akan tetapi mengalami penurunan kembali pada tiga bulan setelah kebakaran.

Menurut Saharjo dan Nurhayati (2003) perubahan kandungan unsur kimia yang ada di dalam tanah karena karena abu yang dihasilkan pembakaran mengandung mineral yang tinggi. Menurut Saharjo dan nurhayati (2003) menyatakan bahwa kebakaran hutan secara umum meberikan efek sementara. Hal ini ditunjukkan semua unsur mengalami peningkatan setelah itu mengalami penurunan kembali, unsur Ca dan Mg mengalami penurunan kembali dan unsur kimia yang lain 3 bulan dan 6 bulan setelah kejadian kebakaran mengalami penurunan secara signifikan.  Terjadinya penurunan tida dan enam bulan mengalami penurunan dikarenakan tercuci oleh aliran air permukaan (run off) setelah terjadi hujan setelah beberapa minggu setelah kebakaran. Hal ini sesuai dengan Toky dan Ramakhrisnan (1981); Saharjo dan Makhrawie (1998) yang menyatakan bahwa terjadinya  Penurunan Ca, Mg, Na, K dan setelah kebakara karena adanya pencucian dan aliran air permukaan dan De Bano dan Conrad (1976) dalam Saharjo dan Nurhayati (2003) menyatakan bahwa aliran permukaan (run-off)  dan sedimen di run off dapat membawa abu dari tanah hilir. Menurut Saharjo Dan Nurhayati (2003), gambut yang sudah terbakar tidak dapat kembali ke kondisi sebelum terbakar (ireversibel).

KESIMPULAN
Kebakaran hutan dapat mempengaruhi sifat kimia tanah baik pada tanah mineral dan tanah organik (gambut). Sifat kimia tanah mengalami peningkatan jumlah unsur-unsur hara yang ada didalam tanah. Akan tetapi setelah beberapa bulan setelah kejadian kebakaran unsur hara yang mengalami peningkatan tersebut mengalami penurunan kembali. Artinya kebakaran hutan dapat meningkatkan unsur hara atau menyuburkan tanah hanya untuk sementara waktu setelah itu tanah akan mengalami kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA
Ekinci. 2006. Effect of forest fire on some physical, chemical and biological properties of soil in Canakkale, Turkey. International journal of agriculture and biology 8 (1): 102-106
Hardjowigeno S. 2003. Kalisifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo: Jakarta.
Saharjo dan Nurhayati. 2003. The changes in chemical and physical properties of fibric peat following burning. Jurnal tanah dan lingkungan 5(1): 1-6 
Wasis B. 2003. Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap kerusakan tanah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 9(2): 79-86
Mehdi H, Ali S, Ali M, Mostofa A. 2012. Effects of different fire severity levels on soil chemical and physical properties in Zagros forests of western Iran. Jurnal Folia Forestalia Polonica, series A 54(4): 241–250

Selasa, 12 Agustus 2014 by Unknown · 0