Selasa, 12 Agustus 2014

Dampak kebakaran terhadap kimia tanah


TUGAS KULIAH
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan merupakan kejadian yang sering terjadi di berbagai negara di dunia tidak terkecuali Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan seperti petir, gunung meletus dan lain-lainnya. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh petir ini biasanya terjadi di daerah yang beriklim subtropis. Hal ini dikarenakan di daerah subtropis kejadian petir biasanya tidak diikuti oleh hujan berbeda dengan tropis yaitu adanya petir biasanya diikui oleh hujan. Tetapi, kebakaran hutan yang  disebabkan gunung meletus ini masih memungkin untuk terjadi di Indonesia. Faktor manusia merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di indonesia yaitu pembukaan lahan oleh masyarakat serta perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan. Hampir semua kejadian kebakaran yang terjadi di indonesia ini disebabkan oleh manusia. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia biasa terjadi di lahan tanah mineral ataupun lahan gambut. Sebagian besar kebakaran hutan dan lahan disebabkan penggunaan api dalam penyiapan lahan atau pembukaan lahan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan.
Pembukaan dan penyiapan lahan dengan menggunakan api ini (pembakaran) dilakukan oleh masyarakat dan perusahaan karena lebih cepat, murah, dan mudah daripada membuka lahan secara mekanik. Pembukaan dan penyiapan lahan dengan pembakaran dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif seperti kesrusakan ekologi, ekonomi dan sosial. Dampak negatif terhadap ekologi salah satunya adanya terhadap tanah hutan. Kerusakan tanah ini bisa pada sifat fisik, kimia, dan biloginya. Kerusakan sifat kimia tanah yang diamati adalah kandungan unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah.
1.2 Tujuan
            Makalah ini bertujuan untuk menganalisa dampak kebakaran hutan terhadap sifat kimia tanah seperti unsur-unsur yang ada di dalam tanah.

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebakaran Hutan
Menurut saharjo (2003) Kebakaran hutan merupakan suatu kejadian pembakaran yang melalap bahan bakar (Serasah, rumput, ranting/cabang pohon yang sudah mati, logs, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon) secara bebas bebas serta tidak dilakukan secara sengaja pada areal-areal yang tidak direncanakan. Kebakaran yang terjadi di indonesia ini sebagian besar disebabkan oleh manusia baik yang dilakukan secara sengaja, kelalaian, peladang berpindah serta pelaku bisnis dibidang kehutanan dan perkebunan. Secara umum, bahan bakar yang ada di dalam hutan merupakan hasil dari proses fotosintesis. Sehingga dengan ada proses pembakaran dari bahan bakar tersebut merupakan kebalikan dari proses fotosintesis yaitu perubahan C6H12O6 (bahan bakar) yang dibantu adanya sumber penyalaan (api) dan oksigen (O2) menjadi CO2, H2O serta panas. Kebakaran hutan ini dapat terjadi jika 3 unsur  Segitiga Api Kebakaran saling mendukung yaitu bahan bakar, sumber panas (api), dan oksigen. kalau salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak mendukung untuk 2 unsur lainnya maka proses terjadinya kebakaran akan sulit terjadi.

2.2 Sifat kimia tanah
Menurut Hardjowigeno (2003), sifat-sifat kimia tanah antara lain Kapasitas Tukar Kation (KTK), pH tanah, Bahan organik dan penyusunnya. Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan kemampuan tanah untuk menahan kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK dapat ditentukan dengan menggunakan dua cara yaitu penjenuhan dengan amonium pada pH 7 (NH4Oac) dan metode penjumlahan kation. KTK sangat dipengaruhi oleh perubahan pH tanah segingga KTK dibedakan menjadi dua yaitu KTK tetap dan KTK tergantung pH. pH tanah merupakan derajat keasaman tanah. Bahan organik yang paling penting di tanah yaitu C dan N.  


2.3 Dampak kebakaran terhadap sifat kimia tanah
2.3.1 Dampak kebakaran terhadap sifat kimia pada tanah mineral

Hasil penelitian Ekinci (2006) menunjukkan bahwa, tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tanah yang terbakar dan tidak terbakar. Pengamatan karbon di permukaan tanah dilakukan dua minggu setelah kebakaran Pada tanah yang di bakar C organiknya (7,14%) sedangkan pada tanah yang tidak di bakar C organiknya (7,74%). Menurut Boerner (1982) dan Raison et al (1985) dalam Ekinsi (2006) karbon yang hilang dipermukaan tanah pada tanah yang terbakar disebabkan adanya penguapan karbon organik dan konversi bahan organik menjadi abu.
Kandungan N organik pada tanah terbakar dan tidak terbakar berbeda signifikan (P< 0,001). Pada tanah terbakar nilai N organik (0,57%) sedangkan tanah tidak terbakar nilai N organik (0,44%). Menurut Ekinci (2006), terjadinya peningkatan kandungan N setelah kejadian kebakaran disebabkan adanya peningkatan bakteri yang dapat memperbaiki Nitrogen karena adanya peningkatan menireal tanah.
Menurut Bauhus et all (1993) dalam Ekinci (2006) setelah terjadi kebakaran dapat meningkatkan pH tanah dan tidak mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Berdasarkan hasil penelitian ekinci kebakaran tidak menyebabkan terjadinya peningkatan pH secara signifikan, pH pada tanah terbakar (5,88) sedangkan tanah tidak terbakar (5,44). Berdasarkan gambar dibawah ini dapa dilihat bahwa unsur P mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam penelitian ini, setelah 2 minggu kejadian kebakaran konsentrasi P pada tanah terbakar (51.74 mg kg-1) sedangkan pada tanah tidak terbakar (18,52 mg kg-1).
Hasil penelitian Mehdi et all (2012), menunjukkan bahwa sifat kimia tanah seperti pH, N, OM, NO3-N, P, K, EC, KTK dan CO2 berdasarkan hasil ANOVA berpengaruh signifikan terhadap kebakaran yang tinggi.  Setelah itu dilakukan uji Duncan, pada lokasi kebakaran yang tinggi memiliki nilai rata-rata pH, N, NO3-N, OM, SP, P, K dan KTK yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi yang kekabaran rendah dan tidak terbakar.
pH tanah tertinggi terdapat di lokasi yang kebakaran tinggi (6,68 H2O) sedangkan yang terendah di lokasi tidak terbakar (7,235). Hal ijuga berbanding lurus dengan nilai Konduktivitas Listrik (EC), nilai EC tertinggi di lokasi kebakaran tinggi (1,32 dS/m) sedangkan yang terendah di lokasi yang tidak terbakar (0,487 dS/m). Menurut Creighton dan Santelices (2003) dalam Mehdi et all (2012), kebakaran yang tinggi akan meningkatkan pH dan nilai EC. Menurut Bauhus et all dalam Mehdi et all (2012), pH tanah akan meningkat setelah kejadian kebakaran   karena abu hasil pembakaran dari bahan bakar (kayu, serasah, daun) dan efek dari pembakaran ini bisa bertahan beberapa tahun. Nitrogen (N) tertinggi terletak di lokasi yang kebakaran rendah (0,646 %) sedangkan yang terendah di lokasi yang tidak terbakar (0,517 %). Akan tetapi, jumlah nitrogen (N) ada kebakaran yang tinggi lebih rendah daripada kebakaran rendah. Duran (2010) dalam Mehdi et all (2012) menyatakan bahwa kebakaran meningkatkan nitrogen pada waktu yang singkat, akan tetapi akan berubah dalam waktu yang lama. Posfor (P) dan Kalium (K) akan mengalami penurunan setelah terjadinya kebakaran. Hal ini sesuai dengan pengamatan Duguy et all dalam Mehdi et all (2012) yang menyatakan bahwa kebakaran yang yang terjadi di timur Spanyol menurunkan jumlah Posfor. Berdasarkan hasil penelitian ini, Kapasitas Tukar Kation mengalami   penurunan setelah kejadian kebakaran dengan kebakaran yang tinggi dibandingkan dengan kebakaran yang rendah. Menurut  Ekinci (2006) dan Hatten et all (2005) dalam Mehdi et all nilai KTK akan mengalami penurunan setelah kejadian kebakaran. Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah satu tahun kebakaran di lokasi kebakaran rendah KTK akan kembali menjadi seperti biasa atau normal. Menurut Giovannini et all (1998) dalam Mehdi et all (2012), hilangnya bahan organik akibat dari kebakaran akan menurunkan nilai KTK. Akan tetapi, arang juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah jika arang tekah lama berada pada tanah tersebut (Liang et all 2006 dalam Mehdi et all (2012)

2.3.1 Dampak kebakaran terhadap sifat kimia pada tanah gambut
Hasil penelitian Saharjo dan Nurhayati (2003) menunjukkan bahwa sebagian besar nutrisi dan pH tanah akan mengalami peningkatan yang siginifikan akan tetapi berbeda halnya dengan Nitrogen dan C organik.  Nilai C organik  di fibrik 1 dan 2 tidak mengalami perubahan yang signifikan walaupun secara keseluruhan meningkat.  Nilai Nitrogen pada fibrik 1 berbeda signifikan yang berbeda pada fibrik 2 Nitrogen tidak ada perubahan yang signifikan.  Pada fibrik 1 Nitrogen setelah kejadian kebakaran mengalami peningkatan tetapi setelah 3 bulan mengalami penurunan. pada fibrik 2 setelah kejadian kebakaran menigkat walaupun tidak signifikan. pH tanah pada fibrik 1 dan fibrik 2 mengalami peningkatan setelah kebakaran, akan tetapi mengalami penurunan kemabali setelah sebulan kebakaran. Unsur Posfor (P) dan Kalim (K) mengalami peningkatan setelah kebakaran hutan baik di fibrik 1 maupun fibrik 2. Setelah satu bulan kejadian kebakaran unsur P dan K mengalami penurunan kembali. Unsur Ca dan Mg setelah kejadian kebakaran mengalami peningkatan baik di fibrik 1 dan fibrik 2 akan tetapi setelah tiga bulan kebakaran unsur Ca dan Mg mengalami penurunan kembali.  Unsur Natrium (Na) mengalami peningkatan setelah kebakaran dan mengalami penurunan kembali pada satu bulan (fibrik 1) dan tiga  bulan (fibrik 2) setelah kebakaran. Kapasitas Tukar Kation (KTK) mengalami peningkatan setelah kebakaran baik di fibrik 1 maupun di fibrik 2, akan tetapi mengalami penurunan kembali pada tiga bulan setelah kebakaran.

Menurut Saharjo dan Nurhayati (2003) perubahan kandungan unsur kimia yang ada di dalam tanah karena karena abu yang dihasilkan pembakaran mengandung mineral yang tinggi. Menurut Saharjo dan nurhayati (2003) menyatakan bahwa kebakaran hutan secara umum meberikan efek sementara. Hal ini ditunjukkan semua unsur mengalami peningkatan setelah itu mengalami penurunan kembali, unsur Ca dan Mg mengalami penurunan kembali dan unsur kimia yang lain 3 bulan dan 6 bulan setelah kejadian kebakaran mengalami penurunan secara signifikan.  Terjadinya penurunan tida dan enam bulan mengalami penurunan dikarenakan tercuci oleh aliran air permukaan (run off) setelah terjadi hujan setelah beberapa minggu setelah kebakaran. Hal ini sesuai dengan Toky dan Ramakhrisnan (1981); Saharjo dan Makhrawie (1998) yang menyatakan bahwa terjadinya  Penurunan Ca, Mg, Na, K dan setelah kebakara karena adanya pencucian dan aliran air permukaan dan De Bano dan Conrad (1976) dalam Saharjo dan Nurhayati (2003) menyatakan bahwa aliran permukaan (run-off)  dan sedimen di run off dapat membawa abu dari tanah hilir. Menurut Saharjo Dan Nurhayati (2003), gambut yang sudah terbakar tidak dapat kembali ke kondisi sebelum terbakar (ireversibel).

KESIMPULAN
Kebakaran hutan dapat mempengaruhi sifat kimia tanah baik pada tanah mineral dan tanah organik (gambut). Sifat kimia tanah mengalami peningkatan jumlah unsur-unsur hara yang ada didalam tanah. Akan tetapi setelah beberapa bulan setelah kejadian kebakaran unsur hara yang mengalami peningkatan tersebut mengalami penurunan kembali. Artinya kebakaran hutan dapat meningkatkan unsur hara atau menyuburkan tanah hanya untuk sementara waktu setelah itu tanah akan mengalami kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA
Ekinci. 2006. Effect of forest fire on some physical, chemical and biological properties of soil in Canakkale, Turkey. International journal of agriculture and biology 8 (1): 102-106
Hardjowigeno S. 2003. Kalisifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo: Jakarta.
Saharjo dan Nurhayati. 2003. The changes in chemical and physical properties of fibric peat following burning. Jurnal tanah dan lingkungan 5(1): 1-6 
Wasis B. 2003. Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap kerusakan tanah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 9(2): 79-86
Mehdi H, Ali S, Ali M, Mostofa A. 2012. Effects of different fire severity levels on soil chemical and physical properties in Zagros forests of western Iran. Jurnal Folia Forestalia Polonica, series A 54(4): 241–250

0 Responses to “Dampak kebakaran terhadap kimia tanah”

Posting Komentar